Sunday, 31 May 2015

Kesaksian Fransiskus Wijayanto

Kesaksian: Dari Katolik ke Islam kembali menjadi Katolik

 

Dear admin, 

Hampir setahun lalu, malam Sabtu, saya balik Katolik dari selama 1 tahun dari menjadi seorang muslim juru dakwah kontra Kristiani. 
Karena malam saya tiba-tiba memutuskan kembali ke Katolik sangat tidak pernah saya duga atau rencanakan sebelumnya. 
Saat pulang dari warung langganan saya, posisi sedang naik motor, tiba-tiba saya merasakan luka batin yang mendalam seperti mau mati karena putus harapan, yang tidak hilang-hilang. 
Tak lama ada bisikan dalam nurani saya bahwa Yesus menyatakan bahwa setiap manusia membutuhkan cintaNya, termasuk saya. 
Yesus meminta tempat dalam batin saya. Luka batin itu tidak hilang sampai akhirnya saya bilang dalam hati : "Baiklah, saya menyerah, dengan luka batin tiba-tiba ini, kalo memang engkau benar-benar Tuhan, sembuhkanlah saya." Tidak lama kemudian luka batin itu berangsur-angsur hilang. 
Saya langsung lari curhat ke teman saya yang Katolik yang selama ini sering saya dakwahi Islam. Besok Sabtu malam saya minta pengakuan dan diberi penitensi satu bulan. Minggunya saya ikut Misa di Gereja Cor Jesu Malang sambil menemani mama saya besuk sepupu saya di Asrama; dan kebetulan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. 
Setiap mendengar ordinarium, saya menangis, saya merasakan begitu indah Liturgi Gereja Katolik, dan betapa Yesus mencintai saya. Saat homili imam menjelaskan mukjizat Lanciano yang meneguhkan saya. Saya sadar betapa saya selama ini betul-betul tidak memahami iman Katolik.

Beberapa hari setelahnya, saya ditemukan dengan Ketua Wilayah, dan oleh beliau saya diajak adorasi, dan beliau menjelaskan panjang lebar adorasi itu. Saat adorasi saya meminta kepada Yesus, "Saya masih bingung apa benar engkau yang memanggil saya, yakinkan saya kalo engkau memang Tuhan. Bimbinglah saya." Saya mendengar dalam nurani saya ada bisikan, "Sering-seringlah kesini. Aku rindu saat-saat pribadi bersamamu. Dan belajarlah banyak."

Sejak saat itu saya mulai sering adorasi, dan membeli buku-buku Katolik untuk saya pelajari. Buku pertama yang saya beli adalah buku Romo Piedyarto, karena tidak terlalu tebal, dan saya pernah dipinjami edisi yang lama oleh mama teman saya. Namun dulu saya gunakan refensi kanon Kitab Suci didalamnya untuk menyusun kurikulum dakwah ke Kristiani. Dan saya tidak berhenti disitu, saya cari website Katolik tempat saya bisa diskusi, Dan saya menemukan www.ekaristi.org sebagai website yang sangat baik. 
Iman saya tumbuh oleh penjelasan member-member dan moderator-moderator disana. Saya juga diinfokan seorang member disana untuk ikut retret Opus Dei. 
Dari situ saya mengenal banyak anggota Opus Dei, mengenal Santo Josemaria Escriva melalu film dokumenternya dan bukunya Camino dan akhirnya sering ikut Kursus Katekismus. Dan sampai sekarang saya masih meminta bimbingan rohani disana.

Saya tidak menyangka punya kesempatan bertemu Romo Pied bulan September lalu. Pada bulan Kitab Suci beliau menjadi pembicara seminar Kitab Suci. Saya datang ke acara itu dan saya bawa kelima jilid buku saya yang merupakan hasil karyanya, saya mintakan tanda tangan.

Mantan Guru TK saya yang enam bulan sebelum saya kembali Katolik pernah saya kunjungi untuk saya sewa tempatnya untuk acara PAUD ormas Islam saya, pernah mengatakan bahwa saya seperti St Agustinus yang dalam masa mencari Tuhan. Dulu sih saya tertawakan saja, saya anggap omongan sampah; tapi ternyata apa yang dikatakannya terjadi betulan.

Sampai sekarang, Gereja Cor Jesu, buku Romo Pied, www.ekaristi.org, serta Wisma Opus Dei Surabaya menjadi tempat kenangan paling indah buat saya. 
Santo Josemaria Escriva dan Santo Agustinus mendapat tempat khusus di hati saya. Dan tidak lama sejak saya kembali menjadi Katolik, mungkin sekitar 3-4 bulan kemudian, saya merasa terpanggil menjadi imam. Saya hanya terus berdoa, belajar, dan berkarya, semoga saya bisa memberikan sedikit yang tidak ada artinya kepada Kristus.

Demikian saya hanya sedikit berbagi. Pax Christi.

Dari :
Fransiskus Wijayanto, Umat Paroki Salib Suci Tropodo (Jawa Timur)
 
 
 
 Dominus Vobis Cum
Regards
Richardo Nelson

Saturday, 23 May 2015

Kisah Daniel Ali (Mulai Mengenal Mengenal Kristus)

Mewartakan Kristus Yang Tersalib

Oleh Daniel Ali
Pada tahunN1959, saya lahir di dalam sebuah keluarga Islam, di Kurdistan, Irak Utara. Saya adalah anak kelima dari sebuah keluarga besar. Kebudayaan Arab dan Agama Islam adalah pengaruh-pengaruh yang dominan di dalam bangsa Kurdi. Saya memulai pelajaran resmi mengenai Arabia pada usiaD12 tahun. Seiring waktu pada saat saya berusiaO16 tahun, saya menulis puisi dalam Bahasa Arab, beberapa di antaranya diterbitkan di awalN1976.

Buku Inside Islam oleh Daniel Ali dan Robert Spencer
Aktivitas politik saya dalam Oposisi Kurdi melawan Saddam Hussein mengisi sebagian besar kehidupan dewasa saya di Irak. Saddam Hussein, dalam salah satu dari banyak serangannya kepada Bangsa Kurdi, memindahkan dengan paksa populasi besar Kurdi dari kampung halaman mereka, menyingkirkan mereka ke bagian lain dari negeri [Irak], untuk mengambil alih dan mengamankan kontrolnya atas lapangan-lapangan minyak orang Kurdi. Hal ini mulai pada tahunE1975, usaha aktif saya untuk membebaskan bangsa Kurdi dan untuk menyatukan mereka secara politik. Karena hal ini, saya dipenjara dan disiksa beberapa kali di tangan Saddam Hussein. Penyiksaan ini saya pandang sebagai “keberuntungan” ketika tentara Saddam menginvasi Kurdistan dan menghilangkan banyak nyawa pejuang Kurdi.  Beberapa kali Allah menyelamatkan saya dari kematian; oleh keputusan hakim, oleh hujan bom kimia di atas kaum Kurdi, oleh hampir tenggelam, dan oleh luka penyiksaan serius. Bagaimanapun juga, saya kala itu tidak mengakui bahwa itu semua adalah campur tangan Allah. Saya melanjutkan perjuangan pembebasan saya, seringkali menghabiskan beberapa waktu di pegunungan, menderita kedinginan dan kelaparan, ketakutan dan kaum saya diabaikan oleh negara-negara di dunia. Pada tahunS1988, saya melihat banyak teman-teman saya tercinta meninggal dalam horornya serangan kimia di atas kota Halabja. Saya mulai memahami kelemahan manusia dalam dosanya dan keputusasaan dalam hidup tanpa campur tangan dan perlindungan Allah.
Sejak tahap awal kehidupan saya, saya tertarik dengan cara hidup orang Kristen terutama karena kenangan pertama saya akan tetangga Kristen kami. Banyak dari mereka adalah contoh yang indah akan adanya kasih Kristus. Mengingat mereka membuat saya menyadari bahwa Allah memanggil saya kepada-Nya, bahkan sejak masa kecil saya. Suatu hari, seorang Kristen Armenia berkesempatan untuk memberikan saya sebuah buku mengenai martir-martir Gereja Perdana. Saya membacanya dan terinspirasi untuk hidup dan meninggal bagi kebebasan kaum saya, Kurdi. Saya punya keinginan besar untuk membaca selama masa mudaku, dan saya banyak membaca buku teologi, filsafat dan sejarah. Saya menjadi fasih berbahasa Inggris, membaca karya Voltaire, Hegel, Dickens, dan beberapa nama lainnya. Akhirnya saya melanjutkan mempelajari orang-orang besar dari iman Kristen dengan rajin, St Thomas Aquinas di antaranya. Dengan penyelidikan yang konsisten dan perbandingan teologi Islam dan Kristen, saya mengakui kebenaran agama Kristen pada awalI1982. Tapi hal ini masih merupakan sebuah pengakuan intelektual saja. Saya mengakui Yesus adalah Mesias, tetapi saya tidak mengenal Dia secara pribadi.
Setelah Perang Teluk Pertama, saya menikahi Sara, seorang Kristen Amerika. Saya memberitahu dia bahwa saya percaya Yesus adalah Mesias, tetapi mengingatkan dia supaya dia tidak mencoba untuk mengonversi (mempertobatkan) saya ke dalam agamanya. Saya melakukan hal ini meskipun kenyataan bahwa saya mengakui percaya bahwa Yesus adalah Allah. Muslim memahami istilah-istilah ini sungguh berbeda dari Kristen. Dia (Sara, red) tahu bahwa hal ini adalah sebuah kesepakatan besar, dan selama dua tahun berikutnya, kami menahan semua badai dari pernikahan antar-agama dan antar-budaya. Meskipun ada banyak perdebatan dan ketidaksepakatan pahit, saya perlahan-lahan melihat bahwa Sara terus-menerus mengampuni saya, mencintai saya dan menghendaki saya lebih dari dirinya sendiri. Tanpa sepengetahuan dirinya, ia menjadi kesaksian hidup nyata dari pribadi Kristus dalam perjuangan pernikahan kami. Akhirnya, saya mulai bangun di malam hari untuk diam-diam membaca Perjanjian Baru. Saya datang semakin dekat kepada Tuhan. Saya diam-diam bertemu dengan-Nya dalam firman-Nya yang kudus, Kitab Suci.
Kami tiba di Amerika Serikat, awal tahunA1993, dan melanjutkan sebuah bisnis kecil Sara yang beroperasi ppada waktu itu. Saya telah mempelajari teologi Kristen dan Islam selama sebagian besar dari hidup sayaa. Hal ini membawa saya dalam sebuah perjalanan yang membimbing saya akhirnya kepada Yesus Kristus, yang saya akui sebagai Mesias secara intelektual. Tetapi, bahkan ppada titik inii dalam hidup ssaya, saya ttidak membuat komitmen final akan pembaptisan. Suatu hari, saya didekati oleh dokter gigi saya, Dokter Blevins, yang berdoa bersama saya, dan akhirnya membawa saya kepada iman akan Kristus, selama musim panasN1995. Saya dibaptis ke dalam Tubuh Kristus pada tanggalP17 SeptemberA1995. Semuanya berubah. Saya mulai secara langsung memberitahu teman-teman Muslim saya mengapa saya berpindah, dan saya membuat efforts besar untuk menginjili mereka. Saya mempelajari Kitab Suci sampai saya dapat mengutip bab dan ayat, dan mulai bersaksi kepada setiap orang yang dapat mendengarkan. Banyak yang mendengarkan dan pindah dengan penuh antusiasme akan Yesus dan Kitab Suci. Saya tahu bahwa saya sekarang telah melakukan apa yang dibutuhkan oleh seluruh bangsa saya, dan tentu untuk semua kaum Muslim dan dunia yang belum terjangkau. saya memiliki Kitab Suci dan tidak ada yang dapat menahan saya dari membagikannya.
Selama tahun-tahun berikutnya, saya membaca selama berjam-jam setiap hari, bersaksi kepada ratusan pelanggan saat bekerja dan menemukan bahwa saya memiliki karunia untuk membawa orang-orang kepada iman akan Kristus, atau untuk membawa mereka sekali lagi aktif dalam iman mereka. Dalam bisnis kecil saya, di lingkungan kami, di antara para pendatang dan sahabat-sahabat, saya tidak menemukan apapun yang layak untuk dibicarakan lagi selain Yesus Kristus. Sekarang hal ini sudah 8 tahun; selama masa itu, Tuhan telah menggunakan kesaksian saya untuk memenangkan banyak orang kepada Diri-Nya sendiri, beberapa dari mereka adalah Muslim, beberapa dari mereka adalah murtadin, dan beberapa dari mereka adalah atheis. “Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Mrk 8:38)
Segera sesudah pembaptisan saya, Sara dan saya memulai sebuah studi Kitab Suci rumahan bagi siapapun, dari berbagai denominasi yang ingin datang. Kepada Studi Kitab Suci ini, datanglah seorang anak tetangga berusiaP9 tahun, Joe Sobran, yang membaca pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban dari Katekismus Baltimore (salah satu Katekismus Gereja Katolik lokal tertua yang dikeluarkan Konferensi Para Uskup AS) miliknya. Sara dan saya terkejut akan pertanyaan-pertanyaan unik dan hal itu dijawab dengan jawaban sederhana dan mendalam di belakang setiap bab. Si Joe kecil tidak menyerah, dan bertanya mengapa kami tidak menjadi Katolik. Dia menanam benih setiap kali ia berbicara kepada kami mengenai iman.
Suatu malam, Sara dan saya menonton televisi dan terjadilah di EWTN tepat pada momen Konsekrasi di mana imam mengangkat Hosti. Kami terkagum-kagum oleh penghormatan yang sederhana dan indah ini bagi Yesus. Lalu imam mengangkat Piala dalam keindahan hiasannya. Vestmentum (jubah) imam memiliki sebuah keindahan yang menunjukkan bahwa hanya hal terbaik yang kita tawarkan yang layak untuk Allah. Sara dan saya mulai memahami keindahan dalam Gereja Katolik hadir di sana karena Gereja Katolik-lah Rumah Allah yang sejati.
Dalam tahun I1996, Sara dan saya diperkenalkan kepada teolog Katolik, Pater (Romo, red) William G. Most, yang mengajarkan kami teologi Katolik. Dia dengan murah hati memberikan setiap hari Minggu selama satu setengah tahun untuk membawa kedua fundamentalis ini bergabung dengan Gereja Katolik. Kami diterima dalam Gereja Katolik, tanggalS13 JuliT1998 pada sebuah Misa khusus.
Sebelum Pater Most meninggal, pada Januari 1999, dia dan saya berdiskusi mengenai pembentukan sebuah forum di mana Kristen dan Muslim dapat berdialog. Pater Most adalah dorongan besar dalam pendirian Forum Kristen-Islam, juga dalam setiap cara hidupnya selama bulan-bulan terakhirnya. Adalah suatu berkat kekal yang dimiliki saat berada di pangkuannya untuk belajar iman Katolik.
Setelah kematian Pater Most, saya membawa misi untuk menjangkau kaum Muslim dalam hidup saya. Awal tahun 2001, setelah pulang dari perziarahan ke Roma, bersama dengan beberapa teman, saya memulai berkarya dalam kerangka hukum untuk berdirinya Forum Kristen-Islam non-profit. Pada tanggal 13 Agustus 2001, Forum Kristen-Islam secara resmi berdiri.
Pertemuan Pengenalan paling pertama dari organisasi baru kami akan diselenggarakan pada Gereja Katolik Roh Kudus di Annandale, Virginia (AS), pada tanggal 11 September 2001. Pertemuan ini dibatalkan karena serangan teroris (Penyerangan terhadap WTC dan Pentagon) melawan negara kami. Kesimpulan yang Sara dan saya ambil dari peristiwa mengerikan ini adalah Allah sedang memberitahu semua orang inilah saatnya untuk memberi perhatian kepada Muslim. Baik mereka sedang secara agresif “menginjili” Barat melalui berbagai bentuk jihad mereka atau kita sedang menginjili mereka dengan Kabar Baik dari Yesus Kristus. Saya telah dipanggil untuk berbicara beberapa kali selama beberapa bulan terakhir sejak tragedi tersebut. Pembicaraan-pembicaraan ini membahas mengenai realita-realita Islam, strategi-strategi mereka mengonversi kita ke Islam, dan apa yang dapat  kita lakukan untuk didengar dan diterima oleh mereka dengan sukses. Umat Kristen Protestan tergantung pada Kitab Suci untuk menginjili Muslim. Strategi ini secara luas tidaklah berhasil karena Muslim menganggap Kitab Suci sudah dikorup dan dipalsukan oleh Kristen dan Yahudi. Kami sedang mengembangkan sebuah metode untuk mendekati Muslim dengan hanya menggunakan sumber-sumber mereka, Al-Quran, Tradisi-tradisi Muhammad, dll. Semua dari kita di Barat, harus belajar sekarang, dan mempelajari untuk terlibat dalam sebuah agama dan dalam sebuah kebudayaan yang sepenuhnya asing terhadap kebudayaan Yudeo-Kristen. Semoga Allah membimbing dan menguatkan kita unutk tugas ini melalui daya Roh Kudus dan rahmat dari Putera-Nya, Tuhan kita Yesus Kristus.
Menghasilkan satu orang yang pindah ke Katolik (one member gets one member)– tentunya ini bukanlah cara untuk membuat Gereja tumbuh. Kita perlu menyusun program-program paroki di mana umat-umat kita  dibantu untuk melaksanakan peran mereka masing-masing. Dalam hal ini, Imam harus mengambil inisiatif. Kita perlu secara khusus membantu umat kita mengatasi sifat ragu-ragu dan keengganan mereka dalam berbicara mengenai Katolisisme. Kelas-kelas apologetika akan menanamkan kepercayaan diri sehingga ketika seorang non-Katolik memunculkan sebuah keberatan terhadap Gereja, setiap orang Katolik memiliki pengetahuan-pengetahuan penting untuk mengatasi kesalahpahaman-kesalahpahaman yang ada.
Lebih jauh, ada informasi yang cukup untuk dipublikasikan kepada mereka yang tertarik dalam evangelisasi di level paroki, komunitas, atau keuskupan. Imam sebagai wakil hierarki dapat menyediakan pelatihan terutama dengan membentuk kelompok-kelompok kecil yang berbicara mengenai masalah, menetapkan tujuan dan sasaran, dan menetapkan tugas-tugas. Mereka tidak harus memiliki kemampuan spesial. Forum-forum kelompok harus diatur sedemikian rupa dilengkapi dengan pengajar-pengajar berkualitas yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peserta forum. Program RCIA (Roman Catholic Initiation for Adult atau lebih dikenal di Indonesia sebagai Program Katekumen Dewasa) terutama harus berfokus pada pengajaran Gereja dan dasar-dasar dari keyakinan tersebut.

Meskipun program pelatihan awam terlihat sulit untuk disesuaikan dengan jadwal imam yang padat, imam akan merasa hal ini merupakan suatu pengorbanan yang sungguh layak . Imam akan menemukan partner yang ia butuhkan untuk melakukan karya dan pada saat yang sama menolong umat paroki untuk tumbuh. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa dimana umat Katolik terlibat dalam usaha membawa orang lain kepada Kristus, mereka sendiri ditarik lebih dekat kepada Kristus. Misa, doa, dan sakramen-sakramen – semua ini memiliki lebih banyak makna bagi mereka ketika mereka sadar menjadi rekan kerja Kristus.
Kaum awam memiliki peran spesial yang tidak dapat dilakukan oleh kaum tertahbis. Adalah tugas para orang tua, sebagai contoh, untuk mengajarkan anak-anak mereka mengenai Allah dan melatih mereka dalam moralitas Kristen; hal ini tidak dapat diserahkan kepada sekolah atau entitas lainnya. Adalah tugas awam Katolik untuk mewujudkan Kristus kepada keluarga mereka, teman-teman, tetangga, rekan kerja dan singkatnya, kepada setiap orang yang mereka kenal. Mereka (orang yang kita kenal tersebut) memiliki kewajiban dan hak untuk sebuah partisipasi yang bertanggungjawab dengan tujuan untuk berkembang sepenuhnya sebagai seorang Kristen. Pelajaran Agama saja tidak akan mewujudkannya. Hanya partisipasi bertanggungjawab membuat orang Katolik menjadi dewasa dalam iman dan spiritual dan kurangnya partisipasi yang bertanggungjawab ini membuat banyak umat Katolik sekarang ini belum dewasa secara iman dan spiritual. Hal ini menjelaskan ketidakmampuan dari begitu banyak umat Katolik untuk bertahan menghadapi pengaruh-pengaruh iblis di sekitar mereka.
Panggilan khusus kaum tertahbis adalah karya pastoral; kaum awam sederhananya penolong imam dalam area ini. Panggilan khusus kaum awam dalam karya Gereja adalah karya apostolik; hal ini mereka miliki dari Allah karena mereka adalah awam, masing-masing seturut kemampuan mereka. Mereka juga adalah (k)ristus, diutus untuk mengenalkan Kristus di seluruh dunia. Mereka harus membawa Kristus ke mana pun mereka pergi dan siap untuk mengenalkan Kristus kepada semua yang mereka temui.
KitaPseharusnyaAtidakXmengharapkanEseseorangTuntuk melakukan karya sebagai imam tanpaB pembinaan-pembinaan penting.ODemikian juga,Nkita tidakUdapat mengharapkan seseorang untuk melakukan karya-karya seorang penginjil (evangelis) tanpa adanya pembinaan yang layak.
Diterjemahkan oleh Indonesian Papist dari Pamflet Serikat Pewarta Injil Paus Yohanes Paulus II nomor 352.
Pax et Bonum 
 
 
 
Dominus Vobis Cum

Richardo Nelson

Saturday, 16 May 2015

Dari Islam ke Katolik - Perjuangan Joseph Fadelle Menjadi Katolik


Autobiografi menarik mengenai Muhammad Moussaoui yang menceritakan pertobatannya dari Islam ke Katolik, menunjukkan keajaiban-keajaiban rahmat dan tanggapan manusia atas rahmat tersebut. Dia menulis kisahnya dalam buku berjudul Le Prix à Payer yang diterbitkan di Paris tahun 2010. Setelah pertobatannya, ia mengambil nama Joseph Fadelle.


Muhammad Moussaoui merupakan salah satu anggota dari keluarga Muslim ternama di Irak, klan Moussaoui. Sebagai kepala klan, ayah Muhammad Moussaoui menjadi semacam hakim dan pengambil keputusan bila terjadi perselisihan di antara para anggota klan. Ayahnya juga memiliki kekayaan dan prestise yang besar.


Pada tahun 1987, Muhammad Moussaoui direkrut ke dalam tentara Irak di bawah pemerintahan Saddam Hussein tepat di saat perang dengan tetangga, Iran. Pada waktu itu, usianya 23 tahun dan masih belum berkeluarga.



Ia kemudian dikirim ke sebuah garnisun di perbatasan dengan Iran. Ia ditempatkan di sebuah ruangan dengan seorang Kristen. Ia merasa marah ketika ia tahu bahwa ia ditempatkan satu ruangan dengan seorang Kristen. Baginya, ini adalah penghinaan bagi seorang yang lahir di keluarga Islam yang juga merupakan keturunan dari pendiri Islam, Muhammad.


Bagaimanapun juga, si orang Kristen bernama Massoud lebih tua dari dia dan menyambut dia dengan ramah sehingga sedikit demi sedikit prasangkanya memudar. Muhammad Moussaoui merencanakan sesuatu untuk mempertobatkan Massoud ke Islam. Suatu hari, ketika Massoud sedang tidak ada, Muhammad Moussaoui melihat sebuah buku berjudul The Miracles of Jesus di antara tumpukan buku miliki Massoud. Muhammad Moussaoui merasa penasaran dan mulai membacanya. Ia tidak memiliki bayangan mengenai buku itu karena di Quran, Yesus disebut Isa. Tetapi, Muhammad Moussaoui merasa senang membaca mujizat-mujizat Yesus seperti mujizat pengubahan air menjadi anggur pada pesta pernikahan di Kana. Muhammad Moussaoui menjadi tertarik akan figur Yesus Kristus.


Masih dalam niat untuk mempertobatkan Massoud ke Islam, Muhammad Moussaoui bertanya kepada Massoud apakah umat Kristen memiliki sebuah kitab suci. Setelah Massoud memberitahu bahwa umat Kristen memiliki Kitab Suci, Muhammad Moussaoui meminta Massoud untuk menunjukkannya sementara Muhammad Moussaoui berpikir bahwa Kitab Suci umat Kristen tersebut dapat dengan mudah disanggah.


Alangkah terkejutnya Muhammad Moussaoui ketika Massoud menolak menunjukkan Kitab Suci umat Kristen dan bahkan bertanya sebuah pertanyaan mengejutkan yaitu apakah Muhammad Moussaoui telah membaca Quran. Pertanyaan ini ofensif terhadap seseorang yang sejak lahir berada di Islam; tetapi Muhammad Moussaoui dengan segera menjawab bahwa ia sudah membacanya. Lalu Massoud memberikan pertanyaan baru dan agak menjengkelkan: “Apakah engkau memahami makna dari setiap kata dan setiap ayat?”.

Melihat raut muka Muhammad Moussaoui yang terlihat kesal, Massoud mengusulkan supaya Muhammad Moussaoui membaca Quran lagi tapi kali ini mencoba untuk memahami setiap kalimat dan kemudian Massoud akan meminjamkan ia Kitab Suci umat Kristen.

Muhammad Moussaoui (Muhammad Moussaoui) menerima saran yang kemudian mengubah hidupnya secara utuh. Saat ia mencoba untuk mengetahui lebih dalam makna dari apa yang tertulis di Quran, Muhammad Moussaoui menyadari bahwa banyak ayat di dalamnya absurd dan tidak berarti. Konsultasi dengan seorang imam pun gagal untuk memecahkan keraguannya dan ia menjadi semakin kecewa dengan Quran.


Ia mulai melihat untuk pertama kalinya apa yang Quran sungguh-sungguh katakan. Setelah selesai membacanya sembari merenungkannya, ia sampai pada kesimpulan bahwa Quran tidak mungkin memiliki asal-usul ilahi.


Lalu terjadilah sebuah episode mistis yang mempersiapkan pertobatannya. Ia bermimpi berada di padang rumput di tepi sungai dan melihat seorang pria yang mengesankan dan menarik di sisi lain sungai. Ia mencoba untuk melompati sisi sungai tetapi ia tetap berada di udara sampai sosok misterius itu meraih tangannya dan berkata kepadanya: “Untuk menyeberangi sungai, engkau perlu makan Roti Hidup.” Lalu Muhammad Moussaoui terbangun.


Tidak lama berpikir mengenai mimpi tersebut, Muhammad Moussaoui meminta Massoud untuk meminjamkannya Kitab Suci. Muhammad Moussaoui kemudian membuka Injil St. Yohanes dan benar-benar membaca dan meresapinya. Pada suatu titik, Muhammad Moussaoui merasa digerakkan untuk menemukan kata-kata dalam mimpinya: “Roti Hidup”. Kata-kata Yesus di Injil begitu jelas: “Akulah Roti Hidup; barangsiapa datang kepada, ia tidak akan lapar.” (Yoh 6:35).


Muhammad Moussaoui menceritakan: “Lalu sesuatu luar biasa terjadi padaku seperti sebuah ledakan keras yang menghancurkan apapun di sekitarnya, diikuti dengan sebuah perasaan yang senang dan hangat layaknya seperti sebuah cahaya cerah menyinari hidupku dalam sebuah cara yang sepenuhnya baru dan memberikan semuanya makna. Saya seperti merasa mabuk bahkan saya merasakan di dalam hati saya sebuah perasaan tak terlukiskan mengenai kekuatan dan cinta yang bersemangat kepada Yesus Kristus yang Injil-injil bicarakan.”

Pertobatan Muhammad Moussaoui penuh, total dan seterusnya. Ia meminta Massoud untuk membantunya menjadi seorang Kristen tetapi ia menemukan hambatan. Berdasarkan Hukum Syariah, seorang Muslim yang meninggalkan Islam dan menjadi Kristen harus dijatuhi hukuman mati bersama dengan orang-orang yang membawanya meninggalkan Islam. Tetapi, Massoud tetap mengajarinya berdoa dan mereka berdua menghabiskan waktu luang dengan membaca Injil dan berdoa. Massoud lalu dibebaskan dari wajib militer pada saat Muhammad Moussaoui sedang cuti dan akhirnya Muhammad Moussaoui tidak menemukan Massoud lagi ketika ia kembali. Tak lama setelah itu, Muhammad Moussaoui pun dibebaskan dari wajib militer dan kembali ke rumah orang tuanya.

Bagi Muhammad Moussaoui, pulang ke rumah menjadi awal dari cobaan besar yang akan berlangsung selama bertahun-tahun yang membutuhkan kesetiaan yang total. Muhammad Moussaoui pernah datang untuk menjadi Kristen ke Patriark Katolik di Irak tetapi ditolak demi kebaikan umat Katolik di sana. Seperti yang Massoud anjurkan, Muhammad Moussaoui berusaha menyembunyikan pertobatannya dari keluarganya sementara ia menghindari sholat dengan berbagai dalih. Pada waktu yang sama, ia mencoba untuk mendekati umat Kristen, tetapi mereka takut untuk menerimanya di gereja mereka karena mereka tidak mengenalnya dan takut pada penganiayaan yang akan terjadi di tempat tinggal mereka.


Penghiburan Muhammad Moussaoui adalah membaca diam-diam Kitab Suci yang ia terima dari Massoud, bermeditasi terutama mengenai Injil-injil. Akhirnya ia sukses, bersama seorang teman Kristen, menghadiri sebuah gereja; tetapi pembaptisan yang ia tunggu-tunggu belum juga terjadi.


Waktu berlalu dan pada tahun 1992, ayah Muhammad Moussaoui mengatakan kepadanya bahwa ia telah memilihkan seorang wanita baginya dan ia harus menikahinya. Gadis itu berasal dari lingkungan sosial yang sama, seorang Muslim sejak lahir bernama ʼAnwār. (Bentuk laki-laki: ʼAnwar  -  Bentuk perempuan: ʼAnwār)


Setelah pernikahan dan kelahiran seorang anak, Muhammad Moussaoui yang tetap datang ke gereja secara diam-diam menemui seorang misionaris asing di Irak yang setuju untuk mempersiapkan pembaptisan untuk Muhammad Moussaoui. Tetapi sesuatu hal yang tidak diharapkan terjadi. Suatu hari, ketika ia kembali dari Misa Kudus, istrinya yang tidak mengerti ke mana Muhammad Moussaoui pergi setiap hari Minggu menanyakan apakah Muhammad Moussaoui pergi untuk menemui wanita lain. Sontak Muhammad Moussaoui merasa kaget dan tanpa berpikir mengenai apa yang harus dikatakan, Muhammad Moussaoui menjawab bahwa ia adalah seorang Kristen dan pergi ke Misa setiap hari Minggu.

Istrinya benar-benar terkejut oleh fakta bahwa ia menikahi seorang Kristen. Ia terpukul lalu mengunci diri di kamarnya. Kemudian, saat Muhammad Moussaoui tidak ada, istrinya membawa anak mereka dan pergi ke rumah ibu sang istri.


Muhammad Moussaoui menyadari bahwa ia berada dalam bahaya. Istrinya akan memberitahu keluarganya bahwa Muhammad Moussaoui adalah seorang Kristen dan akan dijatuhi hukuman mati. Tetapi, ajaibnya, istrinya tidak mengatakan apa-apa ke keluarganya dan setuju untuk pulang kembali ke rumahnya sendiri. Malah istrinya meminta Muhammad Moussaoui untuk menjelaskan apa itu Kristianitas. Muhammad Moussaoui menggunakan metode yang sama dengan yang Massoud gunakan. Muhammad Moussaoui meminta istrinya untuk membaca kembali Quran sambil mencoba memahami lebih dalam makna dari kata-kata Quran dan doktrin yang ditunjukkan ayat-ayatnya. Sebagaimana yang terjadi pada Muhammad Moussaoui, istrinya terkejut terutama terhadap cara Quran memandang wanita Muslim. Setelah membaca Injil, ʼAnwār diam-diam mulai datang ke gereja bersama dengan Muhammad Moussaoui dan mengambil pelajaran agama dengan misionaris.

Pada tahun 1997, sebuah peristiwa penting terjadi dalam kehidupan Muhammad Moussaoui. Keluarganya menyadari bahwa ia telah menjauh dari Islam dan curiga bahwa ada sesuatu terjadi. Ketika pasangan suami istri ini pergi ke gereja, saudara laki-lakinya menggeledah rumahnya dan menemukan salinan Kitab Suci.   Dan ketika keluarganya bertanya kepada putra bungsu Muhammad Moussaoui, ia menandai dirinya dengan Tanda Salib seperti yang telah ia pelajari dari orang tuanya.

Keesokan harinya, saat fajar, Muhammad Moussaoui dibawa ke rumah orangtuanya dengan dalih ada sesuatu yang mendesak. Saat ia memasuki ruang utama, ia dipukuli oleh saudara-saudaranya dan pamannya di depan ayahnya. Ayahnya benar-benar marah dan menuduhnya telah menjadi seorang Kristen. Ibunya sendiri berteriak, “Bunuh dia dan lemparkan tubuhnya di gorong-gorong!”.

Meskipun ia tidak terbunuh dalam peristiwa itu, Muhammad Moussaoui dibawa oleh sepupunya ke salah satu penjara politik Saddam Hussein untuk disiksa demi mengungkapkan nama-nama orang Kristen yang membantu pertobatannya. Selama tiga bulan Muhammad Moussaoui disiksa dengan kejam, kehilangan hampir separuh berat badannya dan kemudian dilepaskan. Keluarganya kemudian menempatkan salah seorang saudarinya di rumah Muhammad Moussaoui untuk mengawasi ia.


Akhirnya, pada April 2000 setelah terjadi banyak perubahan, pasangan tersebut bersama ketiga anaknya melarikan diri ke Yordania dibantu oleh teman gerejanya. Tetapi Yordania tetaplah bukan tempat yang aman. Muhammad Moussaoui masih tidak bisa mengimani Katolik dalam damai. Pemerintah Yordania tahu akan kondisinya dan  mencarinya untuk menangkap dan mengembalikannya. Berkat bantuan dari kelompok yang mungkin bisa disebut Katolik “Bawah Tanah” Yordania, ia bersama anak dan istrinya berpindah-pindah mencari tempat yang aman. Ketika keluarganya tahu bahwa ia melarikan, mereka mulai mencari ia dan akhirnya menemukan ia. Pada Desember tahun 2000, empat saudaranya dan seorang pamannya memancingnya ke tempat sepi di mana setelah perdebatan singkat mereka menuntut Muhammad Moussaoui untuk murtad dari Katolik dan mencoba untuk menerapkan fatwa yang menyatakan bahwa hukum untuk orang yang meninggalkan Islam adalah kematian.


Ajaibnya, meskipun ditembak  dari jarak yang cukup dekat, peluru nyaris mengenai dia dan dia mendengar suara batin memberitahu dia untuk lari. Setelah agak jauh, sebuah peluru mengenai kakinya dan ia jatuh pingsan dalam lumpur. Orang yang menembaknya mengira ia sudah mati dan kemudian orang-orang tersebut melarikan diri. Muhammad Moussaoui dibawa oleh orang asing ke rumah sakit dan kemudian dirawat oleh seorang dokter Kristen di rumahnya tetapi otoritas Gereja setempat memintanya untuk meninggalkan Yordania agar tidak membahayakan komunitas Kristen di sana. Kelompok Katolik “Bawah Tanah” membantu pelarian diri Muhammad Moussaoui beserta anak dan istrinya sebagai pengungsi ke Prancis. Muhammad Moussaoui, istrinya dan ketiga anaknya segera dibaptis diam-diam sebelum berangkat. Muhammad Moussaoui mengambil nama baptis Joseph sementara istrinya mengambil nama baptis Maria.


Muhammad Moussaoui, sekarang dikenal sebagai Joseph Fadelle, telah mencapai akhir dari pencarian selama 13 tahun untuk menerima sakramen-sakramen inisiasi (Baptis, Krisma, dan Ekaristi). Hal ini juga berarti bahwa akhir dari kehidupan yang kaya, mudah dan berotoritas di Irak dan awal dari kehidupan yang relatif miskin di tengah-tengah budaya Prancis. Hingga sekarang, Joseph masih sering mendapatkan ancaman pembunuhan dari umat Muslim setempat sehingga ia harus terus berada dalam perlindungan polisi Prancis. Meskipun demikian, Joseph dan keluarganya tidak hidup dalam ketakutan karena mereka yakin Tuhan Yesus melindungi mereka. Joseph menyenangi katekese dan menekankan perlunya katekisasi di sekolah-sekolah Katolik.


"Janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka." (Mat 10:28) adalah salah satu pernyataan Yesus yang mennjiwai kehidupan Joseph dan dia mengucapkannya saat berhadapan dengan ancaman pembunuhan. 


Buku Le Prix à Payer telah diterjemahkan dari bahasa Prancis ke bahasa Inggris dan diterbitkan oleh Ignatius Press dengan judul The Price to Pay: A Muslim Risks All to Follow Christ.



Pax et Bonum



Sumber:
Catholic Culture
Tradition, Family and Property